Sabtu, 08 Maret 2014

Harimau Bermental Kambing

Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor
induk singa yang mati setelah melahirkan
anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa
perlindungan induknya.
Beberapa waktu kemudian serombongan kambing
datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu
menggerak-gerakkan tubuhnya yang lemah.
Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa
iba melihat anak singa yang lemah dan hidup
sebatang kara.
Dan terbitlah nalurinya untuk merawat dan
melindungi bayi singa itu. Sang induk kambing
lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai
dengan penuh kehangatan dan kasih sayang.
Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, si
bayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk
kambing. Ia terus mengikuti ke mana saja induk
kambingpergi. Jadilah ia bagian dari keluarga
besar rombongan kambing itu.
Hari berganti hari, dan anak singa tumbuh dan
besar dalam asuhan induk kambing dan hidup
dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan,
minum, bermain bersama anak-anak kambing
lainnya. Tingkah lakunya juga layaknya kambing.
Bahkan anak singa yang mulai berani dan besar
itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing
yaitu mengembik bukan mengaum!
la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda
dengan kambing kambing lainnya. Ia sama sekali
tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah seekor
singa.
Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa.
Seekor serigala buas masuk memburu kambing
untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian
panik. Semua ketakutan.
Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak
singa itu untuk menghadapi serigala.
Kamu singa, cepat hadapi serigala itu! Cukup
keluarkan auman mu yang keras dan serigala itu
pasti lari ketakutan!" Kata induk kambing pada
anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.
Tapi anak singa yang sejak kecil hidup di tengah-
tengah komunitas kambing itu justru ikut
ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh
induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan
yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan.
Sama seperti kambing yang lain bukan auman.
Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika
salah satu anak kambing yang tak lain adalah
saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari
serigala. Induk kambing sedih karena salah satu
anaknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak
singa dengan perasaan nanar dan marah,
"Seharusnya kamu bisa membela kami!
Seharusnya kamu bisa menyelamatkan
saudaramu! Seharusnya bisa mengusir serigala
yang jahat itu!"
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak
paham dengan maksud perkataan induk kambing.
Ia sendiri merasa takut pada serigala
sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa
itu merasa sangat sedih karena ia tidak bisa
berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi.
Kembali memburu kambing-kambing untuk
disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan
telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing
tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu
tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia
anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala.
Dengan nekat ia lari dan menyeruduk serigala itu.
Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor
singa di hadapannya. Ia melepaskan
cengkeramannya. Serigala itu gemetar ketakutan!
Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari itu
adalah akhir hidupnya!
Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu
berteriak keras, "Emmbiiik!"
Lalu ia mundur ke belakang. Mengambil ancang
ancang untuk menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang
ganas dan licik itu langsung tahu bahwa yang ada
di hadapannya adalah singa yang bermental
kambing. Tak ada bedanya dengan kambing.
Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia
menggeram marah dan siap memangsa kambing
bertubuh singa itu! Atau singa bermental kambing
itu!
Saat anak singa itu menerjang dengan
menyerudukkan kepalanya layaknya kambing,
sang serigala telah siap dengan kuda-kudanya
yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu
merobek wajah anaksinga itu dengan cakarnya.
Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti
kambing mengaduh. Sementara induk kambing
menyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas
yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa
singa yang kekar itu kalah dengan serigala.
Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu
menyerang anak singa yang masih mengaduh itu.
Serigala itu siap menghabisi nyawa anak singa
itu.
Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak
tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang
serigala. Sang serigala terpelanting.
Anak singa bangun.
Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul
dengan auman yang dahsyat.
Semua kambing ketakutan dan merapat!
Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat.
Sementara sang serigala langsung lari terbirit-
birit.
Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan
kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan
kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung
lari. Anak singa itu langsung ikut lari.
Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak
singa itu ikut lari mengikuti kambing?
Ia mengejar anak singa itu dan berkata,
"Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan
kambing! Aku takkan memangsa anak singa!"
Namun anak singa itu terus lari dan lari. Singa
dewasa itu terus mengejar.
Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi
malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa
itu tertangkap.
Anak singa itu ketakutan,
"Jangan bunuh aku, ammpuun!"
"Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak
membunuh anak singa!"
Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata,
"Tidak aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!"
Anak singa itu meronta dan berteriak keras.
Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis
seperti suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main.
Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara
kambing dan bermental kambing.
Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke
danau.
Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak
singa itu.
Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia
meminta anak singa itu melihat bayangan dirinya
sendiri.
Lalu membandingkan dengan singa dewasa.
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu
terkejut,
"Oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama
dengan singa, si raja hutan!"
"Ya, karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan
anak kambing!"Tegas singa dewasa.
"Jadi aku bukan kambing? Aku adalah seekor
singa!"
"Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang
berwibawa dan ditakuti oleh seluruh isi hutan!
Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor raja
hutan!" Kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan
penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak
singa itu lalu menirukan, dan mengaum dengan
keras.
Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan.
Tak jauh dari situ serigala ganas itu lari semakin
kencang, ia ketakutan mendengar auman anak
singa itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh
kemenangan,
"Aku adalah seekor singa! Raja hutan yang gagah
perkasa!"
Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.
Saya tersentak oleh kisah anak singa di atas!
Jangan jangan kondisi kita, dan sebagian besar
orang di sekeliling kita mirip dengan anak singa di
atas. Sekian lama hidup tanpa mengetahui jati diri
dan potensi terbaik yang dimilikinya.
Betapa banyak manusia yang menjalani hidup apa
adanya, biasa biasa saja, ala kadarnya.
Hidup dalam keadaan terbelenggu oleh siapa
dirinya sebenarnya.
Hidup dalam tawanan rasa malas, langkah yang
penuh keraguan dan kegamangan.
Hidup tanpa semangat hidup yang seharusnya.
Hidup tanpa kekuatan nyawa terbaik yang
dimilikinya.
Saya amati orang-orang di sekitar saya.
Di antara mereka ada yang telah menemukan jati
dirinya.
]Hidup dinamis dan prestatif. Sangat faham untuk
apa ia hidup dan bagaimana ia harus hidup. Hari
demi hari ia lalui dengan penuh semangat dan
optimis.
Detik demi detik yang dilaluinya adalah kumpulan
prestasi dan rasa bahagia.
Semakin besar rintangan menghadap semakin
besar pula semangatnya untuk menaklukkannya.
Namun tidak sedikit yang hidup apa adanya.
Mereka hidup apa adanya karena tidak memiliki
arah yang jelas.
Tidak faham untuk apa dia hidup, dan bagaimana
ia harus hidup.
Saya sering mendengar orang-orang yang ketika
ditanya,
"Bagaimana Anda menjalani hidup Anda?" atau
"Apa prinsip hidup Anda?", mereka menjawab
dengan jawaban yang filosofis,
"Saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air.
Santai saja."
Tapi sayangnya mereka tidak benar-benar tahu
filosofi ´mengalir bagaikan air´.
Mereka memahami hidup mengalir bagaikan air itu
ya hidup santai. Sebenarnya jawaban itu
mencerminkan bahwa mereka tidak tahu
bagaimana mengisi hidup ini.
Bagaimana cara hidup yang berkualitas.
Sebab mereka tidak tahu siapa sebenarnya diri
mereka?
Potensi terbaik apa yang telah dikaruniakan oleh
Tuhan kepada mereka.
Bisa jadi mereka sebenarnya adalah ´seekor singa´
tapi tidak tahu kalau dirinya ´seekor singa. Mereka
menganggap dirinya adalah´seekor kambing sebab
selama ini hidup dalam kawanan kambing.
Filosofi menjalani hidup mengalir bagaikan air
yang dimaknai dengan hidup santai saja, atau
hidup apa adanya bisa dibilang prototipe, gaya
hidup sebagian besar penduduk negeri ini.
Bahkan bisa jadi itu adalah gaya hidup sebagian
besar masyarakat Indonesia saat ini.
Kenapa tidak berubah?
Jawabnya karena mereka tidak mau berubah.
Kenapa tidak mau berubah?
Jawabnya karena mereka tidak tahu bahwa
mereka harus berubah.
Bahkan kalau mereka tahu mereka harus berubah,
mereka tidak tahu bagaimana caranya berubah.
Sebab mereka terbiasa hidup pasrah.Hidup tanpa
rasa berdaya dalam keluh kesah.
Dan cara hidup seperti itu yang terus diwariskan
turun-temurun. Padahàl Allah tidak akañ mengubah nasib
suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa apa yang pada diri mereka
Ada seorang sastrawan terkemuka, yang demi
melihat kondisi bangsa yang sedemikian takut
rasa tidak berdayanya sampai dia mengatakan,
"Aku malu jadi orang Indonesia!"
Di mana-mana, kita lebih banyak menemukan
orang orang bermental lemah, hidup apa adanya
dan tidak terarah.
Orang-orang yang tidak tahu potensi terbaik yang
diberikan oleh Allah kepadanya. Orang-orang yang
rela ditindas dan dijajah oleh kesengsaraan dan
kehinaan.
Padahal sebenarnya jika mau, pasti bisa hidup
merdeka, jaya, berwibawa dan sejahtera.
Tak terhitung berapa jumlah masyarakat negeri ini
yang bermental kambing. Meskipun sebenarnya
mereka adalah singa!
Banyak yang minder dengan bangsa lain. Seperti
mindernya anak singa bermental kambing pada
serigala dalam kisah di atas.
Padahal sebenarnya, Bangsa ini adalah bangsa
besar!
Ummat ini adalah ummat yang besar!
Bangsa ini sebenarnya adalah singa dewasa yang
sebenarnya memiliki kekuatan dahsyat.
Bukan bangsa sekawanan kambing.
Sekali rasa berdaya itu muncul dalam jiwa anak
bangsa ini, maka ia akan menunjukkan pada dunia
bahwa ia adalah singa yang tidak boleh
diremehkan sedikitpun.
Bangsa ini sebenarnya adalah Sriwijaya yang
perkasa menguasai nusantara.
Juga sebenarnya adalah Majapahit yang digjaya
dan adikuasa.
Lebih dari itu bangsa ini, sebenarnya, dan ini tidak
mungkin disangkal, adalah ummat Islam terbesar
di dunia.
Ada dua ratus juta lebih rakyat dinegeri tercinta
Indonesia ini.
Banyak yang tidak menyadari apa makna dari dua
ratus juta jumlah rakyatnya. Banyak yang tidak
sadar. Dianggap biasa saja.
Sama sekali tidak menyadari jati diri
sesungguhnya.
Dua ratus juta rakyat di Indonesia, maknanya
adalah dua ratus juta singa.
Penguasa belantara dunia. Itulah yang
sebenarnya.
Sayangnya, dua ratus juta yang sebenarnya
adalah singa justru bermental kambing dan
berperilaku layaknya kambing. Bukan layaknya
singa.
Lebih memperihatinkan lagi, ada yang sudah
menyadari dirinya sesungguhnya singa tapi
memilih untuk tetap menjadi kambing.
Karena telah terbiasa menjadi kambing maka ia
malu menjadi singa!
Malu untuk maju dan berprestasi!
Yang lebih memprihatinkan lagi, mereka yang
memilih tetap menjadi kambing itu menginginkan
yang lain tetap menjadi kambing.
Mereka ingin tetap jadi kambing sebab merasa
tidak mampu jadi singa dan merasa nyaman jadi
kambing.
Yang menyedihkan, mereka tidak ingin orang lain
jadi singa. Bahkan mereka ingin orang lain jadi
kambing yang lebih bodoh!
Marilah kita hayati diri kita sebagai seekor singa.
Allah telah memberi predikat kepada kita sebagai
ummat terbaik di muka bumi ini.
Marilah kita bermental menjadi ummat terbaik.
Jangan bermental ummat yang terbelakang.
Allah berfirman,
"Kalian adalah sebaik baik ummat yang dilahirkan
untuk manusia, karena kalian menyuruh berbuat
yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan
beriman kepada Allah!"

-Ketika Cinta Bertasbih

0 komentar:

Posting Komentar